MUHAMMADIYAH SEBAGAI
GERAKAN SOSIAL
MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas
Matakuliah Kemuhammadiyahan (KMD) I
yang di ampu oleh Bapak Drs.H.Rasyid
Sidiq,M.Pd.I
Disusun
Oleh :
WAHYU TRI SUTRISNO 15310021
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
PROGRAM STUDI DI PENDIDIKAN
MATEMATIKA
2015
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “MUHAMMADIYAH
SEBAGAI GERAKAN SOSIAL”. Penulisan makalah ini
merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Kemuhammadiyahan (KMD)
I di Universitas Muhammadiyah Metro.
Dalam Penulisan makalah ini
kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi,
mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari
semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan
terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya
kepada Dosen kami yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.
Metro
Penulis
|
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ................................................................................................ i
KATA PENGANTAR............................................................................................ ii
DAFTAR ISI........................................................................................................... iii
BAB I: PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1 Latar
Belakang...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................. 1
1.3 Tujuan
Penulisan Makalah.................................................................... 2
BAB II: PEMBAHASAN..................................................................................... 3
2.1 Nilai-Nilai Sosial Kemanusiaan............................................................. 3
2.2 Gerakan Peduli Pada Fakir Miskin Dan Yatim
Piatu........................... 6
2.3
Bentuk Dan Model Gerakan Social Muhammadiyah........................... 7
2.4
Revitalisasi Gerakan Muhammadiyah ................................................. 9
BAB III: KESIMPULAN DAN
SARAN............................................................ 14
3.1 Kesimpulan........................................................................................... 14
3.2 Saran .................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 15
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Muhammadiyah
sendiri mengambil surat Al-Ma’un dalam Al-Qur’an sebagai dasar untuk berjalan
pada ranah sosial. Pembahasan mengenai Teologi Al-Ma’un pun sering digalakkan.
Hal ini sebagai telaah kritis terhadap gerakan sosial yang dilakukan
Muhammadiyah. Dan bisa kita lihat, bahwa saat ini Muhammadiyah banyak mempunyai
amal usaha, mulai dari pondok anak yatim, sekolah/lembaga pendidikan, sampai
rumah sakit pun ada. Ini sebagai pengejawantahan dari interpretasi terhadap
surat Al-Ma’un.
Muhammadiyah
mempunyai cita-cita sosial, yakni “kesejahteraan, dan kemakmuran masyarakat
yang diridhai Allah”. Dari sini kita ketahui bahwa Muhammadiyah menghendaki
terciptanya negara yang baik dan penuh akan ampunan Allah. Inilah interpretasi
dari ungkapan Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin.
Bagaimana kita lihat kemudian
Muhammadiyah sejak didirikan oleh Kyai Dahlan, sampai kepemimpinan yang
sekarang masih berusaha untuk menjalin komunikasi yang baik, dan memberikan
pelayanan sosial terhadap masyarakat, fakir miskin dan yatim piatu. Hal inilah
yang menjadi penting dalam perkembangan Muhammadiyah.
Revitalisasi gerakan Muhammadiyah dapat
dimaknai sebagai proses penguatan kembali sistem paham dan jati diri sesuia
dengan prinsip-prinsip ideal gerakan menuju pada tercapainya kekuatan
muhammadiyah sebagai gerakan islam yang menjalakan fungsi dakwah dan tajdid
menju terwujudnya masyarakat islam yang sebenar-benarnya.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan
latar belakang di atas, rumusan masalah yang dapat diambil adalah:
1.
Apa
yang di maksud nilai-nilai sosial kemanusiaan?
2.
Apa saja gerakan
peduli pada fakir miskin dan yatim piatu yang Muhammadiyah sudah lakukan?
3.
Bagaimanakah
bentuk dan model gerakan sosial muhammadiyah?
4.
Bagaimana revitalisasi
gerakan sosial muhammadiyah?
1.3 TUJUAN PENULISAN MAKALAH
Berdasarkan latar
belakang yang telah dikemukakan di atas penulis berharap para pembaca dapat:
1.
Memahami nilai-nilai
sosial kemanusiaan.
2.
Mengerti dan ikut
dalam gerakan peduli pada fakir miskin dan yatim piatu.
3.
Memahami
bentuk dan model gerakan sosial muhammadiyah.
4.
Mengerti tentang
revitalisasi gerakan muhammadiyah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 NILAI-NILAI SOSIAL KEMANUSIAAN (TEOLOGI
AL-MA’UN)
Ayat yang menjadi landasan bagi
gerakan-gerakan sosial dalam Islam, itulah Al-Ma'un. Surah ini pendek, ayatnya
tidak banyak, hanya sekitar tujuh ayat. Tapi maknanya yang menggetarkan dada,
tidak sekadar menjadi bacaan di kala shalat fardhu, melainkan juga memberikan
inspirasi-inspirasi untuk melahirkan sebuah kesadaran kolektif: kesadaran atas
realitas sosial yang timpang. Al-Maun dibuka dengan sebuah pertanyaan lebih tepatnya
“sindiran”: Tahukah engkau dengan para pendusta agama? Frase yang digunakan
oleh Al-Qur'an terasa sangat menohok: "pendusta agama". Kita tentu
akan penasaran siapakah mereka yang dihardik oleh Al-Qur'an dengan ungkapan
"pendusta agama" itu?
Ayat kedua dan ketiga memberikan
penjelasan. Pertama, orang yang menghardik anak yatim (ayat 2). Kedua, menolak
memberi makan orang miskin (ayat 3). Buya Hamka memberi tafsir atas ayat ini
dengan kata "menolakkan". Di dalam ayat kedua tertulis
yadu'-'u (dengan tasydid), artinya yang asal ialah menolak. Kata tersebut
ditafsirkan orang lain dengan "menghardik" atau sejenisnya, tetapi
kata Hamka yang lebih tepat adalah "menolakkan". Kata
"menolak" itu bermakna membayangkan kebencian yang sangat.
Artinya, jika seseorang merasa benci dengan anak yatim karena keyatimannya,
berarti ia mendustakan agama. Sebabnya ialah rasa sombong dan rasa bakhil,
menurut Hamka. Membenci anak yatim berarti membenci keberasalan Nabi Muhammad.
Sebab, Nabi adalah anak yatim, yang dipinggirkan oleh keluarganya, hidup dengan
menggembala, berkutat dengan kemiskinan di masa kecilnya.
Islam adalah agama yang sangat
menghargai kesetaraan egaliterisme. Islam menolak stratifikasi sosial-ekonomis
yang berarti meminggirkan orang miskin dan anak yatim dalam sistem sosial yang
bertingkat. Anak yatim adalah mereka yang malang, tak mampu mengelak dari
takdir bahwa kasih sayang yang ia terima akan jauh, disebabkan oleh ayah dan
ibu mereka yang telah tiada. Atau, tidak memberi porsi perhatian kasih-sayang pada
kita.
Menghardik anak yatim adalah refleksi kesombongan diri, merasa diri lebih baik dan Allah menolak kesombongan. Oleh sebab itu, mereka yang sombong dan bakhil seperti kata Hamka dengan menghardik anak yatim sebagai simbolisasi, patut diucap sebagai "pendusta agama".
Menghardik anak yatim adalah refleksi kesombongan diri, merasa diri lebih baik dan Allah menolak kesombongan. Oleh sebab itu, mereka yang sombong dan bakhil seperti kata Hamka dengan menghardik anak yatim sebagai simbolisasi, patut diucap sebagai "pendusta agama".
Dan ini menunjukkan pula bahwa
Islam memiliki visi kemanusiaan. Dan visi kemanusiaan ini harus diterjemahkan
ke dalam amal nyata atau kehidupan sehari-hari. Dengan memberi makan orang
miskin yang memerlukan. Mengutamakan sifat individualis, berarti seseorang
telah melanggar visi kemanusiaan. Ialah "pendusta agama". Agama bukan
hanya bersifat vertikal, terkungkung dan terpenjara di mesjid. Agama ialah
kemanusiaan yang membebaskan dan mencerahkan.
Itulah potret-potret pendusta
agama. Ayat berikutnya, dengan lebih lantang, mengatakan pada kita: “Maka
celakalah orang-orang yang salat! Bagaimana mungkin, pengabdian transendental
seorang muslim, melalui shalatnya kepada Allah, disebut sebagai perbuatan yang
tidak hanya sia-sia, tapi juga mencelakakan?”
Ada tiga parameter celakanya
(wail) orang-orang yang shalat (ayat 4-7). Pertama, mereka yang lalai dalam
shalatnya (ayat 5). Kedua, mereka yang berbuat riya' (ayat 6). Ketiga, mereka
yang menolak memberi pertolongan. Buya Hamka menafsirkan bahwa "lalai"
berarti shalat tanpa diikuti oleh kesadaran sebagai hamba Allah. Kata Buya
Hamka: "Saahuun; asal arti katanya ialah lupa. Artinya dilupakannya apa
maksud sembahyang itu, tidak didasarkan atas pengabdian kepada Allah, walau ia
mengerjakan ibadah. Ibadah tanpa kesadaran, adalah sebuah kelalaian, begitu
tafsir Buya Hamka. Kesadaran penting, manakala kita melakukan purifikasi atas
niat beribadah itu.
Mereka yang berbuat riya' berarti
menodakan niat ikhlasnya pada sesuatu yang bukan pada Allah. Menisbatkan sesuatu
yang seharusnya dipersembahkan pada Allah misalnya: shalat dan ibadah justru
kepada benda ciptaan Allah. Shalat dalam kerangka ini hanya membawa kecelakaan.
Kata Buya Hamka, kadang-kadang dia menganjurkan memberi makan fakir miskin,
kadang-kadang kelihatan dia khusyu' sembahyang; tetapi semuanya itu
dikerjakannya karena ingin dilihat, dijadikan reklame. Dalam bahasa yang lebih
moderen, shalat hanya dijadikan citra untuk kekuasaan, untuk amal keduniaan.
Menolak memberi pertolongan adalah
bentuk kezaliman yang lain lagi. Orang-orang yang mendustakan agama selalu
mengelakkan dari menolong. Sebab, kata Buya Hamka tidak ada rasa cinta di dalam
hatinya, yang ada ialah rasa benci. Memberi pertolongan adalah wujud
kemanusiaan. Dan menolak memberi pertolongan, membiarkan orang lain dalam
kesusahan, melawan hakikat kemanusiaan. Riya', kata Buya Hamka, adalah simbol
kebohongan dan kepalsuan, sementara menolak memberi bantuan adalah simbol
individualisme dan kezaliman. Dua-duanya, adalah refleksi pendusta-pendusta
agama. Sehingga, wajar jika Sayyid Quthb dalam tafsirnya menyebut bahwa
Al-Ma'un memperlambangkan pertemuan dimensi sosial dan ritual agama. Ini
menunjukkan bahwa agama pada hakikatnya bersifat transformatif, mewujud ke
seluruh sel-sel kehidupan nyata.
Maksud mengamalkan surat al-Ma’un.
Menurut beliau, mengamalkan bukan sekadar menghafal atau membaca ayat tersebut.
Namun, mengamalkan berarti mempraktikkan al-Ma’un dalam bentuk amalan nyata.
“Oleh karena itu", lanjut KH Ahmad Dahlan, “carilah anak-anak yatim, bawa
mereka pulang ke rumah, berikan sabun untuk mandi, pakaian yang pantas, makan
dan minum, serta berikan mereka tempat tinggal yang layak. Untuk itu pelajaran
ini kita tutup, dan laksanakan apa yang telah saya perintahkan kepada
kalian". KH Ahmad Dahlan lantas mengajak murid-muridnya mencari anak
yatim, dan kemudian melaksanakan apa yang sudah difirmankan Allah tersebut.
Dari sana, lahirlah Muhammadiyah dengan amal usahanya. Inilah teologi Al-Ma'un,
landasan bagi gerakan sosial Islam. Dan dimensinya yang universal menembus
batas jama'ah, menembus batas ormas, bahkan menembus batas-batas agama.
2.2 GERAKAN PEDULI
PADA FAKIR MISKIN DAN YATIM PIATU
Gerakan peduli pada fakir miskin dan
yatim piatu salah satunya adalah berzakat. Di jelaskan dalam Surat At-Taubah : 60 tentang
kelompok penerimaan zakat, fakir miskin
dan yatim piatu termasuk golongan yang wajib menerima zakat. Karena anak yatim dan yatim piatu
adalah anak yang ditinggal meninggal oleh orang tuanya baik ayahnya atau ibunya atau keduanya
dan belum dewasa serta belum dapat mencari nafkah sendiri.
Sedangkan fakir
miskin adalah golongan yang tidak mendapati sesuatu yang mencukupi kebutuhan
mereka. Ada yang mencontohkan bahwa fakir itu pendapatan sehari-hari kurang
dari separuh kebutuhannya, sedangkan miskin pendapatannya kurang dari
kebutuhannya tetapi pendapatannya diatas 50% kebutuhannya namun masih kurang.
Muhammadiyah
adalah institusi dan institusionalisasi
teologi Al-Ma’un yang diharapkan perduli pada kaum
tersebut dalam
mengikis problematika social. Muhammadiyah dalam praktisi sosial dengan
pemihakan terhadap kaum mustadl’afin, dhuafa, masakin, dan anak
yatim, mengilhami Muhammadiyah untuk mendirikan banyak lembaga pendidikan,
panti asuhan, rumah sakit, dan tempat layanan sosial lainnya. Pendirian tempat
layanan sosial adalah kepedulian Muhammadiyah kepada kaum miskin dan
kepentingan umat.
Dalam
realitas keseharian dapat disaksikan
banyak orang kaya Islam khusyuk merata dahi di atas sajadah, semantara di
sekitarnya banyak tubuh layu kekurangan gizi dan di grogoti penyakit. Banyak
orang rajin beribadah padahal kemiskinan,kebodohan,kelaparan,dan kesulitan
mendera saudara-saudaranya. Fakta dan realitas kemiskinan adalah wajah lain
dehumanisasi. Kemiskinan terjadi akibat kemungkaran sosial dan dosa sosial
akut. Ia bukan masalah individu, tetapi masalah bersama yang harus di cari
jalan keluarnya. Dalam kontek ini muhammadiyah dapat memainkan peran strategis,
dengan member sumbangsi nyata terhadap masyarakat.
2.3 BENTUK DAN MODEL
GERAKAN SOSIAL MUHAMMADIYAH
Bidang-bidang yang terdapat dalam gerakan sosial
muhammadiyah, diantaranya:
1.
Bidang Pendidikan
Dalam bidang
pendidikan misalnya, hingga tahun 2000 ormas Islam Muhammadiyah telah memiliki
3.979 taman kanak-kanak, 33 taman pendidikan Al-Qur’an, 6 sekolah luar biasa,
940 sekolah dasar, 1.332 madrasahdiniyah/ibtidaiyah, 2.143 sekolah lanjutan
tingkat pertama (SMP dan MTs), 979 sekolah lanjutan tingkat atas (SMA,MA, SMK),
101 sekolah kejuruan, 13 mualimin/mualimat, 3 sekolah menengah farmasi, serta 64
pondok pesantren. Dalam bidang pendidikan tinggi, hingga tahun ini Muhammadiyah
memiliki 36 universitas, 72 sekolah tinggi, 54 akademi, dan 4 politeknik.
Nama-nama seperti Bustanul Athfal/TK Muhammadiyah, SD Muhammadiyah, SMP
Muhammadiyah, SMA Muhammadiyah, SMK Muhammadiyah, dan Universitas Muhammadiyah
bermunculan di berbagai daerah.
2. Bidang
Kesehatan
Dalam amal
usaha bidang kesehatan, Muhammadiyah telah dan terus mengembangkan layanan
kesehatan masyarakat, sebagai bentuk kepedulian. Balai-balai pengobatan seperti
rumah sakit PKU (Pembina Kesejahteraan Umat) Muhammadiyah, yang pada masa
berdirinya Muhammadiyah bernama PKO (Penolong Kesengsaraan Oemat), kini mulai
meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya. Berdasarkan buku Profil dan
Direktori Amal Usaha Muhammadiyah & ‘Aisyiyah Bidang Kesehatan pada tahun
1997, sebagai berikut:
a.
Rumah sakit berjumlah 34
b.
Rumah bersalin berjumlah 85
c.
Balai Kesehatan Ibu dan Anak
berjumlah 504. Balai Kesehatan Masyarakat berjumlah 115
d.
Balai Pengobatan berjumlah 846
e.
Apotek dan KB berjumlah 4
3.
Bidang Kesejahteraan Sosial
Hingga tahun 2000 Muhammadiyah telah memiliki:
a. 228 panti
asuhan yatim
b. 18 panti jompo
c. 22
balaikesehatan sosial
d. 161 santunan
keluarga
e. 5
pantiwreda/manula
f. 13 santunan
wreda/manula
g. 1panti cacat
netra
h. 38 santunan kematian
i.
serta 15 BPKM (Balai Pendidikan Dan
Keterampilan Muhammadiyah).
4.
Bidang Kaderisasi
Dalam bidang
kaderisasi Muhammadiyah telah melakukan program diantaranya:
a.
Peningkatan kualitas pengkaderan
b.
Melaksanakan program pengkaderan
formal dan informalsecara berkelanjutan
c.
Menyelenggaraka baitul arqam dan
darul arqam Muhammadiyah
d.
Tranformasi kader per jenjang dan
per generasi
e.
Sinergi Building antar unit
persyarikatan untuk kaderisasi
Contoh kaderisasi/organisasi dalam Muhammadiyah: aisyiyah, pemuda muhammadiyah, IPM, IMM, Tapak Suci Muhammadiyah.
2.4 REVITALISASI GERAKAN MUHAMMADIYAH
Revitalisasi
merupakan salah satu jenis atau bentuk perubahan (transformasi) yang mengandung
proses penguatan, meliputi peneguhan terhadap aspek-aspek yang selama ini
dimiliki (proses potensial) maupun dengan melakukan pengembangan (proses
aktual) menuju pada keadaan yang lebih baik dan lebih maju dari kondisi
sebelumnya. Revitaliasi sebagai proses perubahan yang direncanakan meliputi
tahapan-tahapan penataan, pemantapan, peningkatan dan pengembangan yang
dilakukan secara berkesinambungan.
Langkah-langkah
revitalisasi gerakan muhammadiyah yaitu melakukan penguatan seluruh aspek gerakan dan
menggerakkan segenap potensi
Muhammadiyah dalam menjalankan amanat Muktamar dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Memperluas peran Muhammadiyah dalam
dinamika kehidupan masyarakat di daerah lokal, nasional, dan global dengan
menjalankan fungsi dakwah dan tajdid serta mengembangkan ukhuwah dan kerjasama
dengan semua pihak yang membawa pada pencerahan dan kemaslahatan hidup.
2. Meneguhkan dan mewujudkan kehidupan
Islami sesuai dengan paham agama dalam Muhammadiyah yang mengedepankan uswah
hasanah dan menjadi rahmat bagi kehidupan.
3. Mengembangkan pemikiran Islam sesuai
dengan prinsip Manhaj Tarjih dan ijtihad yang menjadi acuan/pedoman
Muhammadiyah.
4. Pengembangan infrastruktur dan
perbaikan sistem pengelolaan organisasi yang mampu menjalankan fungsi-fungsi
gerakan dan semakin mengarah pada pencapaian tujuan Muhammadiyah.
5. Mendinamisasi kepemimpinan
Persyarikatan di semua tingkatan (Wilayah, Daerah, Cabang, dan Ranting).
6. Peningkatan kualitas dan memperluas
jaringan amal usaha Muhammadiyah menuju tingkat kompetisi dan kepentingan misi
Persyarikatan yang tinggi, serta menjadikannya sebagai pelaksana usaha yang
terikat dan memiliki ketaatan pada kepemimpinan Persyarikatan.
7. Pengembangan model-model kegiatan/aksi
yang lebih sensitif terhadap kepentingan-kepentingan
aktual/nyata
umat, masyarakat, dan dunia kemanusiaan dengan pengelolaan yang lebih
konsisten.
8. Menggerakkan seluruh potensi angkatan
muda dan organisasi otonom Muhammadiyah sebagai basis kader dan pimpinan
Persyarikatan.
9. Meningkatkan bimbingan, arahan, dan
panduan kepada seluruh tingkatan pimpinan dan warga Muhammadiyah.
10. Menggerakkan kembali Ranting dan jamaah
sebagai basis gerakan Muhammadiyah.
Macam macam aspek
revitalisasi gerakan yaitu:
1. Revitalisasi Teologis
Revitalisasi teologis menyangkut ikhtiar
merekonstruksi atau menafsir ulang pemikiran-pemikiran dasar kegamaan
(keislaman) dalam muhammadiyah sebagaimana prinsip-prinsipnya tentang agama
islam, dunia, ibadah sabilullah dan ijtihad. Dalam revitalisasi teologis ini
dapat dikaji ulang dan dirumuskan epistemologi keislaman Muhammadiyah seperti
tentang kalam (falsafah) atau pandangan ke-Tuhanan,
pandangan tentang Fiqih,
dan pemikiran-pemikiran keislaman lainnya.
2. Revitalisasi Ideologis
Revitalisasi
ideologis menyangkut penyusunan ulang dan penguatan sistem paham disertai langkah-langkah
pelembagaannya yang menjadi landasan membangun kesadaran dan ikatan kolektif
dalam memperjuangkan gerakan muhammadiyah.
Pemikiran dasar Kyai
Dahlan,
12 lagkah dari Kyai Mas Mansur, muqaddimah anggaran dasar, kepribadian
muhammadiyah, matan keyakinan dan cita-cita hidup muhammadiyah, khittah
perjuangan muhammadiyah, dan pedoman hidup islami warga muhammadiyah merupakan
rujukan dasar sekaligus perlu disistematisasi dalam konsep terpadu
sehingga menjadi basis ideologi
gerakan muhammadiyah yang mengikat seluruh anggota muhammadiya dalam
melaksanakan gerakan. Ketika dirasakan adanya krisis kemuhammadiyahan, maka
krisis tersebut harus dibaca dalam konteks pelemahan ideologis di kalangan
muhammadiyah karena tuntutan-tuntutan dan pertimbangan-pertimbangan yang
biasanya serba pragmatis.
3. Revitalisasi Pemikiran
Revitalisasi
pemikiran menyangkut upaya mengembangkan wawasan pemikiran seluruh anggota,
termasuk kader dan pemimpin, baik mengenai format pemikiran muhammadiyah
sebagai gerakan islam yang bercorak dakwah dan tajdid, maupun dalam memahami
permasalahan-permasalahan dan perkembangan kehidupan
tingkat lokal,
nasional, dan global. Dikotomi yang keras tentang pemikiran literal versus
liberal, pemurnian versus pembaruan atau pengembangan, ekslusif versus inklusif, organisasi
versus alam pikiran, structural versus cultural menggambarkan masih
terperangkapnya sebagian kalangan dalam muhammadiyah mengenai orientasi
pemikiran pada wilayah orientasi atau paradigm yang sempit atau terbatas. Sejauh
menyangkut pemikiran perlu dijelaskan domain relativitas setiap pemikiran agar
tidak terjadi pengabsolutan setiap pemikiran, lebih-lebih jika klaim
pemikiran tertentu dijadikan alat pemukul dan saling menegaskan terhadap
pemikiran yang lain, sehingga yang terjadi ialah perebutan dominasi dan bukan
sikap tasamuh.
4. Revitalisasi Organisasi
Revitalisasi
organisasi berkaitan dengan perbaikan-perbaikan sistem pengelolaan kelembagaan
persyarikatan seperti menyangkut penataan struktur dan fungsi organisasi, birokrasi,
pengelolaan dan pelayanan administrasi, hingga pengembangan organisasi yang
mengarah pada peningkatan kualitas, efisiesnsi-efektivitas, dan menjadikan
organisasi sebagai instrument gerakan untuk kemajuan dan pencapaian tujuan
Muhammadiyah.
5. Revitalisasi Kepemimpinan
Revitalisasi
kepemimpinan merupakan langkah penguatan kualitas fungsi efektivitas pimpinan
persyarikatan diseluruh lini, termasuk di lingkungan organisasi otonom dan amal
usaha, yang secara langsung menjadi kekuatan dinamik dalam menggerakan
muhammadiyah. Kepemimpinan muhammadiyah juga tidak cukup dokonstruksi dengan
idealis normative semata seperti mengenai hak akhlaq dan standar-standar idela
kepemimpinan, tetapi juga harus disertai format aktualisasi Kepemimpinan yang
nyata (bukan Kepemimpinan yang berumah diatas angin tetapi harus membumi),
karena kepemimpinan Muhammadiyah merupakan kepemimpinan sistem dan bukan
Kepemimpinan figure. Faktor figure pun tidak dapat dikonstruksikan sekadar dari
kejauhan sebagaimana konsep kepemimpinan pesona Ratu adil. Kepemimpinan
Muhammadiyah juga bukan sekadar domain diniyyah (aspek-aspek kemampuan aktual
dalam mengelola kehidupan yang di pimpin), sehingga dapat menjalankan misi
kerisalahan islam.
6. Revitalisasi Amal Usaha
Revitalisasi
amal usaha menyangkut pengembangan kualitas amal usaha Muhammadiyah diberbagai
bidang yang dapat tumbuh diatas misi dan visi gerakan sekaligus dapat memenuhi
hajat hidup masyarakat. Amal usaha Muhammadiyah bukan ladang mencari nafkah
bagi para penghuninya, tetapi harus menjadi sarana atau media dakwah dan
perwujudan misi Persyarikatan.
7. Revitalisasi Aksi
Revitalisasi
aksi menyangkut pengembangan model-model kegiatan atau aktivitas gerakan
Muhammadiyah yang secara langsung dapat memenuhi kepentingan masyarakat luas
dengan misi dakwah dan tajdid seperti dalam pemberdayaan ekonomi kaum miskin,
advokasi kaum marjinal dan tertindas, memperkuat, potensi dan peran masyarakat
madani, advokasi lingkungan hidup, resolusi konflik gerakan anti kekerasan,
gerakan anti korupsi, kegiatan-kegiatan pembinaan umat yang bercorak
partisipatif, dan aktivitas sosial masyarakat lainnya semangat etos Al-Maun.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1
KESIMPULAN
Muhammadiyah
sendiri mengambil surat Al-Ma’un dalam Al-Qur’an sebagai dasar untuk berjalan
pada ranah sosial. Saat ini Muhammadiyah banyak mempunyai amal usaha, mulai
dari pondok anak yatim, sekolah/lembaga pendidikan, sampai rumah sakit.
Revitalisasi adalah salah satu bentuk
perubahan yang mengandung proses penguatan, meliputi peneguhan terhadap
aspek-aspek yang selama ini dimiliki maupun dengan melakukan pengembangan
sehingga menjadi lebih baik dan lebih maju dari kondisi sebelumnya. Salah satu langkah
revitalisasi gerakan Muhammadiyah yaitu melakukan penguatan seluruh aspek gerakan dan
menggerakkan segenap potensi
Muhammadiyah dalam menjalankan amanat Muktamar.
3.2 SARAN
Tujuan dakwah Muhammadiyah adalah
meningkatkan kualitas hidup manusia. Seharusnya kita ikut berpartisipasi dalam
dakwah tersebut. Karena dengan dakwah tersebut menggerakkan dinamika kehidupan
masyarakat Islam di bidang pendidikan, ekonomi, dan sosial-budaya.
DAFTAR
PUSTAKA
http://fitrafg.blogspot.in/2014/11/memahami-gerakan
http://munawarohblog.blogspot.com/2012/11/muhammadiyah-gerakan-sosial
http://www.artikelsiana.com
http://riadhariansari.blogspot.com
Comments
Post a Comment